Kualitas
Batubara
Baik
buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu
sendiri.
Batubara
yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk
penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya
Kualitas
suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik
secara fisik maupun secara kimia.
Parameter
yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa
batubara tersebut digunakan.
► Parameter kualitas batubara.
► Total
Moisture
►
Proximate
►
Total
Sulfur
►
Calorific
Value
►
HGI
►
Ultimate
Analysis
►
Ash
Fusion Temperature
►
Ash
Analysis
Total
Moisture
Tinggi
Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
►
Peringkat
Batubara
►
Size
Distribusi
►
Kondisi
Pada saat Sampling
Peringkat
Batubara
Semakin tinggi
peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin
padat batubara tersebut.Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang
dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan
semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.
Size Distribusi
Semakin kecil
ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya.Hal ini
menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent
moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface
moisture.
Kondisi Pada
saat Sampling
Total Moisture
dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di Sampling.Yang
termasuk dalam kondisi sampling adalah :
►
Kondisi
batubara pada saat disampling
►
Size
distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu kecil.
►
Cuaca
pada saat pengambilan sample.
Penetapan
kadar Total Moisture
Timbang 10 gram sampel** (ISO) atau 1 gram
sampel* (ASTM) dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2
untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan
suhu 105o-107o selama 2.5
jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam
desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
** Sample Batubara
di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.300 mm
Diagram
2.
Air Dried Moisture
(ADM)
Air dried moisture
atau inherent moisture adalah moisture yang terkandung dalam batubara setelah
batubara tersebut dikering udarakan.
Sifat-sifat ADM :
►
Besar
kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi
peringkat batubara, semakin rendah kandungan ADM nya.
►
Nilainya
tergantung pada humuditas dan temperature ruangan dimana moisture tersebut dianalisa.
►
Nilainya
tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar preparasi)
Penetepan
kadar ADM.
Timbang 1 gram
sampel* dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2
untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan
suhu 105o-107o selama 3 jam untuk ISO & 1.5 jam untuk
ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Pehitungan
Kadar ADM
ADM digunakan dalam
mengkonversi basis parameter analisa dari
air dried basis ke basis lainnya.
air dried basis ke basis lainnya.
Ash Content
►
Batubara
sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral matter. Namun
sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash
Content.
►
Mineral
Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous.
►
Inherent
Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan
dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara
►
Sedangkan
Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari
luar batubara.
Sifat-sifat Ash
Content
►
Kadar
abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang
dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous.
►
Kadar
abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash sering
dijadikan parameter penentu dalam beberapa kalibrasi alat preparasi maupun alat
sampling.
►
Semakin
tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya.
►
Kadar
abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.
Penetepan
kadar Ash Content
Timbang 1 gram
sampel* dalam dish ash >> Masukan kedalam tanur dengan suhu 815o
selama 3 jam (di mulai dari suhu awal tanur kurang dari 200o C)
>> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Perhitungan
Kadar Ash Content
Volatile Matter
►
Volatile
matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika
dipanaskan pada temperature tertentu.
►
Volatile
matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau
rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon
yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.
Sifat-sifat
Volatile Matter
►
Kadar
Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
►
Semakin
tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Kegunaan Volatile
Matter
►
Volatile
Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara.
►
Volatile
matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara
pada saat dibakar.
►
Semakin
tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Penetapan
Kadar Volatile Matter
Timbang 1 gram
sampel* dalam dish Volatile Matter >> Masukan kedalam tanur dengan suhu
900o selama 7 menit >> Dinginkan dalam suhu ruang selama 7-8
menit >> Timbang ulang
*Sample Batubara di
preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Perhitungan
Kadar Volatile Matter
Total Sulfur
Sifat-sifat Sulfur
►
Kandungan
sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat
heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen
secara vertikal maupun secara lateral.
►
Namun
demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur
yang relatif homogen.
Kegunaan Sulfur
►
Sulfur dalam batubara thermal
maupun metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur dapat
mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging
maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat
berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat
menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, Sulfur
dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
►
Namun
demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak menyebabkan masalah
bahkan sulfur membantu performance dari utilisasi tersebut. Utilisasi tersebut
misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT. INCO.
Penetepan Kadar Sulfur
Siapkan
larutan penyerap (H2O2 3 % suasana netral)
>> Masukan ke tabung penyerap yang terbuat dari kaca >> Timbang 1
gram sample berukuran 0.212 mm pada combustion boat yang telah dilapisi alumina
di bagian bawahnya >>Lapisi bagian atasnya dengan alumina >>
Atur Tabung penyerap pada tanur suhu 1350o C >> Masukan sampel
ke dalam pipa tanur >> Nyalakan gas O2 >> Atur
Tekanan gas O2 >> Nyalakan vakum >> Dorong
sebanyak 1 cm setiap 1 menit dari posisi awal (hingga menit ke-8) >>
Diamkan selama 4 menit >> Keluarkan sample dari pipa >> Tuang
larutan dari tabung penyerap ke dalam erlenmeyer >> Tambahkan indicator
MM:MB 2-3 tetes >> Homogenkan >> Titar dengan Borat hingga
berwarna hijau >> Catat
Reaksi Kimia pada saat Penetepan
Kadar Sulfur
Perhitungan Penetapan Kadar
Sulfur
Vc
= Volume hasil penitaran sampel (ml)
Vb
= Volume blanko (ml) biasanya 0.05 ml
Pembuatan
Larutan penyerap H2O2 3 %
Tuang
30 ml Larutan H2O2 kedalam piala gelas >>
Tambahkan Air Suling hingga bervolume 1000 ml >> Tambahkan indicator
MM:MB 2-3 tetes >> Aduk >> Titar dengan larutan H2SO4
hingga tidak berwarna
Pembuatan
Larutan Borat 0.025 M
Larutkan
19.0685 gram Na2B4O7.10H2O
dalam labu ukur 2 liter
Standarisasi
Larutam Borat
Dipipet
5 ml larutan Borat >> Tambahkan Indikator
MM:MB 2-3 tetes >>. Titar dengan H2SO4 0.01 N hingga berwarna
pink.
Calorific
Value
►
Adalah
nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran batubara.
►
Nilai
kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb
►
Nilai
kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net
►
Nilai
Kalori dapat dinyatakan dalam satuan yang berbeda :
§
Calorific
Value (CV)……(Kcal/kg)
§
Specific
Energy (SE) ….(Mj/kg)
§
Higher
Heating Value (HHV) = Gross CV
§
Lower
Heating Value (LHV)= Net CV
§
British
Thermal Unit = Btu/lb
Tabel Konversi Nilai Kalori
Sifat-Sifat
Calorific Value
►
Nilai
Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat
batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.
►
Pada
batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu.
Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
Penetapan Nilai Calorific Value
Timbang
1 gram sample berukuran 0.212 mm pada dish calorific value >> pasangkan
pada bom calorimeter >> tambahakn gas O2 murni
kedalamnya >> Masukan & pasang ke alat Kalorimeter >> Input
nomor bom yang digunakan >> Input bobot sample >> Running analisis
Perhitungan
Net
CV(Kcal/g) = {{Gross CV(Mj/kg)}–{0.0942X% TS}} X 238.8461
(Kualitas
Batubara presented by PT Geoservices LTD.)
Miling atau Pulvilizaer
Parameter-parameter
yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
·
Moisture
·
Calorific Value
·
Ignition Temperature
·
Abrasive Index
·
Hardgrove Grindability Index
(HGI)
·
High Density Dilution
·
Contamination
Moisture
•
Semakin tinggi moisture semakin tinggi temperature air
inlet yang diperlukan untuk mencapai mill outlet temperature yang
sudah ditentukan. Semakin tinggi temperature air inlet semakin tinggi resiko
terjadinya mill fire.
•
Semakin tinggi moisture semakin tinggi coal load
yang diperlukan untuk mencapai energy inlet yang diperlukan untuk
mencapai beban energy output yang diperlukan, dan semakin tinggi resiko
terjadinya mill trip karena overload
Calorific
Value
•
Semakin rendah nilai kalori maka semakin tinggi feeding
batubara yang diperlukan untuk memenuhi beban output yang diperlukan. Semakin
tinggi load yang diperlukan semakin tinggi resiko terjadinya mill
trip karena overload.
•
Semakin rendah nilai kalori semakin banyak mill yang
harus digunakan untuk memenuhi coal feeding yang diperlukan, dan semakin
tinggi maintenance yang diperlukan
Abrasive
Index
•
Semakin tinggi abrasive index, akan semakin tinggi mill
wear ratenya, dan cost maintenancenya semakin tinggi.
•
Semakin tinggi mill wear rate, semakin tinggi
frekwensi penggantian spare part mill dan mengakibatkan memperkecil availability
mill
Handgrove
Grindability Index (HGI)
•
Semakin rendah HGI, akan semakin tinggi mill
power consumption, dan semakin tinggi auxiliary power yang
diperlukan, dan akibatnya akan mengurangi efisiensinya.
•
Semakin rendah HGI akan semakin tinggi coal mill
recyclenya dan mempertinggi resiko terjadinya mill trip karena overload
`
•
Semakin rendah HGI, akan semakin rendah jumlah
ukuran fine particlenya, sehingga akan berpengaruh terhadap burn out
efisiensinya.
High
Density Dilution
•
Semakin tinggi kandungan dilusi dengan density
tinggi, akan semakin tinggi jumlah Mill Pyrite Rejectnya, sehingga
mempengaruhi mill capacity
Contamination
•
Kontaminasi non coal sangat tidak diinginkan karena
akan merusak system millnya, dan beresiko terjadinya mill trip.
Furnace
Parameter-parameter
yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
•
Calorific Value
•
Volatile Matter (Fuel ratio)
•
Ultimate Analysis
•
Ash Content
•
Ash Fusion Temperature
•
Ash Composition
Calorivic
Value
•
Semakin
rendah nilai Kalori, semakin tinggi jumlah konsumsi batubara untuk mencapai beban
output yang diperlukan, serta semakin tinggi jumlah udara yang diperlukan.
•
Semakin
rendah nilai kalori, akan semakin tinggi tingkat emisi gas CO2
(GHG) yang dihasilkan pada beban output yang sama
Volatile Matter (Fuel ratio)
•
Semakin
tinggi nilai volatile matternya maka akan semakin reactive batubara tersebut.
Sehingga semakin tinggi burn out efisiensinya.
•
Semakin
tinggi Fuel Rationya, maka semakin turun reaktifitasnya dan akan semakin kecil burn
out efiiensinya.
Ultimate
Analysis (C,H,N,S,O)
•
Sulfur dan Nitrogen diunakan
dalam menghitung atau memprediksi emisi gas SOx dan NOx
yang akan dihasilkan. Gas SOx dan NOx adalah gas polutan
yang akan berdampak buruk bagi lingkungan.
•
Kadar
Sulfur dan Nitrogen yang tinggi sangat tidak diinginkan oleh para
pengguna batubara karena selain emisi yang dihasilkan akan tinggi juga karena
sifat dari gas-gas tersebut yang korosif.
•
Sulfur dalam batubara juga dapat menyebakan Slagging
pada pipa-pipa boiler
Ash
Content
•
Semakin
tinggi ash content suatu batubara akan semakin tinggi juga yield abu batubara
yang akan dihasilkan. Dengan demikian akan semakin tinggi juga cost
untuk waste handlingnya.
Ash
Fusion Temperature
•
AFT
digunakan dalam memprediksi secara empiris ash characteristic
pada saat pembakaran
•
Secara
umum, batubara yang memiliki AFT-IDT >1300oC tidak berpotensi
menyebabkan slagging kecuali ada kondisi operasional yang
mempengaruhinya.
Ash Composition
•
Ash
composition atau Ash analysis, dalam utilisasi batubara di power plant sangat
penting dalam memprediksi characteristic abu batubara dalam tungku boiler,
khususnya sifat Slagging dan Fouling.
Slagging
: Pengotoran pipa-pipa boiler oleh abu
batubara di daerah Radiasi
Fouling
: Pengotoran pipa-pipa boiler didaerah
konveksi
(Coal Utilization for Power Plant
presented by PT. Geoservices LTD.)
Swabakar
Batubara di Stockpile
Melihat geografi Indonesia dengan iklim tropis yang
mempunyai curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta temperatur sampai di atas 30 ° C, maka pencegahan bahaya
kebakaran batubara pada saat penimbunan di
area stockpile dalam segi
penanganannya patut mendapatkan perhatian serius mengingat korban manusia dan
harta yang dapat ditimbulkanya.
Pada tahun 1870 untuk pertama kali Richter menyelidiki
dan menyatakan bahwa terjadinya swabakar (Self Combustion) pada batubara karena aktivitas penyerapan oksigen.
Terjadinya swabakar dalam hubunganya dengan peringkat batubara adalah semakin
rendah peringkatnya maka semakin tinggi terjadinya resiko kebakaran. Reaksi
swabakar dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2
(>5%) -> CO2 (150°F - 200° F)CO2 + C --> CO (212° F - 300° F)
1. Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam
batubara yang kemudian menghasilkan CO2 dan panas dengan
persamaan reaksi: C + O2 > CO2 + panas
2. Reaksi selanjutnya
menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan persamaan reaksi sebagai
berikut : CO2 + C >
CO + panas
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa swabakar pada
timbunan batubara
di area stockpile sebenarnya merupakan peristiwa oksidasi
batubara padat (solid) oleh pengaruh oksigen.
Tahapan Terjadinya swabakar
di stockpile batubara menurut Sukandar Rumidi adalah
1. Mula-mula batubara
akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan
lahan dan kemudian temperatur udara akan naik
2. Akibat temperatur
naik kecepatan batubara menyerap oksigen dan udara
bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100 – 1400oC
3. Setelah mencapai temperatur 1400oC, uap dan CO2 akan terbentuk Sampai
temperatur 2300oC, isolasi CO2
akan berlanjut. Bila temperatur telah berada di atas 3500oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.
1.2. Sebab-sebab Terjadinya Swabakar (Spontaneus
Combustion)
Batubara merupakan bahan bakar organik, dan apabila
bersinggungan langsung dengan udara dan dalam keadaan temperatur tinggi akan
terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
1. Reaksi eksothermal, hal ini yang paling sering terjadi
2. Bakteria
3. Aksi katalis dari benda-benda anorganik
Sedangkan
kemungkinan terjadinya swabakar terutama disebabkan antara lain:
1.
Karbonisasi yang rendah (low carbonization).
2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
1.3. Oksidasi Batubara2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
Batubara akan menjadi panas bila terdapat oksigen.
Kecepatan hantaran panas dipengaruhi oleh massa batubara, derajat kekompakanya,
unsur kimia, umur geologi, rank, inherent oksigen dan air lembab. Bagian unsur
kimia yang terkadang dalam batubara mulai teroksidasi bila disingkapkan
ke udara bebas pada saat penambanganya. Seperti diketahui, batubara adalah
campuran padat dari persenyawaan hidrokarbon yang mengandung: Karbon,
hidrogen, sulfur, nitrogen dan oksigen dalam struktur molekuler
organiknya. Disamping itu, terdapat pula kandungan mineral pembentuk abu
seperti : serpih-serpih, lempung, batu pasir dan pirit.
Menurut berita PPTM No. l 1 Tahun 9, bahwa, kadar
organik batubara terdiri dari 50-90% karbon, 2-8% hidrogen, 2 -
20 % oksigen, kurang dari 2 % nitrogen dan sulfur yang
terdapat dialam bentuk organik dan mineral sebesar 0,2 - 8%. Semua
elemen organik dan elemen logam seperti besi, bereaksi dengan oksigen.
Beberapa unsur berkecepatan reaksi lebih tinggi dari yang lain, namun pada
umumnya terjadi liberi energi dalam bentuk panas.
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan proses kimiawi
antara pembakaran dengan proses oksidasi lambat, perbedaan hanya terdapat pada
kecepatan oksidasi, sehingga temperatur terjadinya reaksi berbeda. Proses
oksidasi berlangsung berkesinambungan, walau kecepatanya dapat berubah, namun
reaksi tidak akan berhenti selama masih terdapat oksigen. Itulah sebabnya,
terjadi fenomena yang dikenal sebagai swabakar 1 stockpile . Alasan dalam hal
ini ialah kecepatan pembebasan energi sebagai panas melampaui kecepatan
kemampuan membuang panas keluar tumpukan batubara, sehingga temperatur
terakumulasi dan naik sampai ke tingkat dimana pembakaran aktif terjadi.
Kecepatan penyerapan oksigen pada kondisi
tempertur konstan yang berkurang dengan bertambahan waktu, memberikan indikasi
kegiatan oksidasi makin progesif pada bagian-bagian partikel yang
berhubugan dengan udara. Kecepatan oksidasi makin progesif pada bagian
-bagian partikel yang berhubungan dengan udara. Kecepatan oksidasi bervariasi menurut peringkat batubara yang dalam hal ini dinyatakan sebagai persentasi zat terbang.
Sebagai contoh antrasit (rank tinggi) teroksidasi dengan kecepatan yang amat rendah, sedang batubara bituminus
dengan kandungan zat terbang tinggi dapat teroksidasi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Makin
berkurangnya rank batubara, kandungan oksigen makin meningkat dan rank
batubara yang rendah mengoksidasikan lebih cepat daripada rank
diatasnya.
1.4 Parameter Kualitas Batubara
Parameter kualitas batubara ditentukan berdasarkan
analisis batubara yang umumnya dilakukan dengan metode, yaitu :
1.
Analisa Proksimata. Kandungan air (Moisture content)
a.1. Total Moisture
Adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara
sesuai kondisi di lapangan (Ar), baik terikat secara kimiawi maupun akibat
pengaruh kondisi diluar. Pada prinsipnya total moisture merupakan jumlah air
yang terkandung dalam batubara baik air bebas (FM = Free Moisture) maupun air
terikat (IM = Inherent Moisture)
a.2. Free Moisture
Adalah air
yang diserap oleh permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
a.3. Inherent Moisture (Air bawaan)
Adalah
kandungan air bawaan pada saat terbentuk batubara.
b. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organic yang terkandung dalam
batubara setelah dibakar. Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan
dalam proses pembentukan batubara maupun perkotoran yang berasal dari proses
penambangan. Abu batubara merupakan bagian yang tidak hilang pada waktu
pembakaran batubara tersebut. Komposisi utama abu batubara adalah : Si, A1, Fe,
Ti, Mn, Na, K, Silikat, Sulfida, Sulfat dan Fosfat.
c. Zat terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat aktif yang menghasilkan energilpanas
apabila batubara tersebut dibakar dan terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar
seperti hydrogen, karbonmonoksida (CO) dan metan. Zat terbang ini sangat erat
kaitannya dengan rank dari batubara., makin tinggi kandungan airterbang (VM)
makin rendah kualitasnya. Dalam pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat
terbang rendah akan mempersulit proses pembakaran.
d. Karbon Tertambat (fixed carbon)
Merupakan angka diperoleh dari hasil pengurangan 100%
terdapat jumlah kandungan airlembab, kandungan abu dan zat terbang. Dengan
adanya pengeluaran zat terbang dalam kandungan air, maka tertambat secara
otomatis akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara
semakin naik.
e. Nilai Kalori (Calorific Value)
Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari
harga-harga panas pembakaran unsur-unsur pembakaran batubara. Nilai kalor
terdiri atas Gross Calorie Value yaitu nilai kalor yang biasa dipakai sebagai
laporan analisis dan Net Caloric Value yaitu nilai kalor yang benar-benar
dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara.
a. Penentuan Karbon (C) dan Hidrogen (H)
Kedua sistem ini ditentukan dengan cara yang sama
dalam operasi yang bersamaan. Nilai karbon mencakup kandungan karbon dari
karbon - karbon mineral.
b. Penentuan Nilai Kalori
Pengukuran
unit panas yang dibebaskan bila satu unit massa bahan bakar padat dibakar dalam
sebuah bom dibawah kondisi standar. Hasil-hasil
analisa itu sendiri harus beracuan pada basis-basis analisa (reference basis).
Basis yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
b.1 As received basis (Ar)
Basis analisa dimana contoh batubaranya diambil dari
suatu tempat (lapangan) dan langsung dianalisa. Pada keadaan ini total
kandungan air + zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b.2. Air dry basis (Adb)
Basis analisa dimana contoh batubaaranya dikeringkan
pada udara terbuka untuk menghilangkan free moisture dan sisanya inherent
moisture, sehingga inherent moisture + zat terbang + kadar karbon + kadar abu =
100%.
b.3. Dry Basis (Db)
Basis analisa dimana contoh batubaranya telah
dikeringkan pada temperature tertentu sampai inherent moisturenya hilang,
sehingga zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
adalah kondisi batubara yang telah diproses
dilaboratorium sehingga bebas dari air dan bebas dari kandungan abu.
b.5. Dry mineral matter free (Dmmf)
adalah kondisi batubara yang bebas dari total moisture
dan bahan anorganik dalam batubara tersebut.
2.5.
Area StokpileUntuk area stockpile faktor-faktor yang mempengaruhi swabakar yaitu:
1.
Pengaruh
Volatile matter volatile matter adalah zat terbang yang
terkandung dalam batubara. Kandungan zat terbang ini erat kaitannya dengan rank
batubara. Semakin tinggi kandungan zat terbangnya semakin tinggi volatile
matter dalam batubara maka semakin banyak panas yang ditimbulkan dan akan
mempercapat terjadinya swabakar.
2.
Pengaruh Sulfur
Semakin tinggi kadar sulfur dalam batubara, makin cepat terjadinya
swabakar dalam batubara begitu sebaliknya.
3.
Pengaruh
Moisture Content (Kandungan air) Kandungan air dapat dibedakan atas kandungan
air bebas (free moisture) kandungan air bawaan (inherent moisture), kandungan airtotal
(total moisture). Semakin banyak kandungan air dalam batubara maka semakin
banyak panas yang diperlukan untuk mengubah air menjadi uap. Namun demikian
jika kadar kelembaban batubara kecil, maka terjadinya kenaikan suhu dalam timbunan akan semakin cepat.
4.
Pengaruh
Kualitas (rank) Rank batubara sangat erat hubungannya dengan kandungan volatile
metter, dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa batubara yang kandungan volatile
matternya rendah mempunyai derajat yang tinggi demikian sebaliknya. Pada
pembakaran spontan untuk timbunan batubara tidak hanya dinilai dari derajatnya
saja, tapi harus diketahui kandungan volatile matternya, semakin tinggi
kandungan volatile matter pada rank batubara semakin besar kemungkinan
terjadinya pembakaran spontan dan sebaliknya.
5.
Pengaruh
fixed carbon (karbon tertambat) Seperti diuraikan sebelumnya bahwa kandungan
volatile matter berhubungan erat dengan kandungan karbon padat. Semakin tinggi
volatile matter maka akan mempercepat pembakaran karbon padatnya. Apabila suhu semakin naik dengan kandungan volatile matter yang
tinggi akan menyebabkan kandungan karbon mengecil sehingga pembakaran spontan
semakin cepat terjadi.
6.
Pengaruh
kandungan abu Pengaruh abu terhadap timbunan batubara dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu :
a. Pengaruh abu yang dikandung oleh batubara.
Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam abu tersebut,
hal yang dapat menunjang yaitu : kandungan sulfur yang terdapat dalam abu yang
berasal dari mineral-mineral yang mengandung belerang seperti FeS,
semakin banyak abu yang mengandung belerang maka semakin cepat
terjadinya pembakaran spontan.
b. Pengaruh debu dan partikel dari luar
Bila abu dari luar mengandung sulfur,
hal ini tidak menimbulkan reaksi terhadap timbunan batubara. Keadaan ini akan
memperlambat terjadinya pembakaran spontan karena abu tersebut merupakan
partikel halus yang dapat menyelimuti timbulnya tersebut. Dengan banyaknya abu
yang menutupi permukaan timbunan batubara akan mengisi lubang-lubang pada
permukaan batubara, maka akan mempersulit masuknya udara luar terhadap timbunan
batubara tersebut. Dengan kata lain semakin banyak abu dari luar semakin banyak
abu dari luar semakin lambat terjadinya pembakaran spontan.
7.
Pengaruh
ukuran butir batubara Bila batubara dibentuk menjadi suatu timbunan yang
terdapat dari butiran halus dan kasar, maka dapat dijelaskan bahwa suatu
timbunan yang berbutir halus, maka porositas atau rongga butir yang satu dengan
yang lain adalah lebih besar dibandingkan dengan butir kasar. .Iumlah udara
yang tersedia dalam timbunan batubara halus lebih mampu membuang panas yang
ditimbulkannya jika dibandingkan dengan ukuran batubara kasar atau semakin
halus butirannya pembakaran spontannya semakin lambat.
8.
Pengaruh
ketinggian timbunan Untuk menentukan terjadinya pembakaran spontan, harus dapat
diketahui hal-hal sebagai berikut : suatu timbunan batubara yang terjadi dari
butiran halus dan kasar, akan terjadi segresi ukuran dalam timbunan, dimana
butir batubara yang kasar mengumpul dibagian bawah (lantai) dan butiran yang halus
mengumpul di puncak dan bagian dalam timbunan. Dengan kata
lain timbunan yang tinggi, jarak atau panjang aliran udara lebih panjang bila
dibandingkan dengan timbunan rendah dengan sirkulasi udara yang pendek, panas
yang ada pada timbunan batubara yang tinggi dengan sirkulasi udara yang panjang
akan memperlambat pembuangan panas yang ada dalam timbunan sehingga mempercepat
terjadinya pembakaran spontan