Senin, 23 Desember 2013

TAKE OVER KP BATUBARA

TAKE OVER 2 KP BATUBARA :
- IUP Eksplorasi CV. Daypu Mandiri_Lokasi Muara badak_Luas 200 Ha
- IUP Eksplorasi CV. Fasa Prima Coal_Lokasi Muara badak_Luas 200 Ha

Spesifikasi :
- Ketebalan Singkapan terukur 3,8 Meter
- Terdapat 7 seam Batubara
- Down deep 14"
- Jarak Houling 8 Kilometer Sei. Citra
- ADB 5800 Kcal

Info lebih lanjut call : 082158186263 (Fajri)

Need Join Operation KP CV. Bima Nusa

Need Join Operation KP CV. Bima Nusa
- IUP OP
- Lokasi km 45 (samboja)
- Deposit terukur 200.000 MT
- ADB 6300 Kcal
- Luas Lahan 40 Ha
- Down Payment Rp 800.000

Info lebih lanjut call : 082158186263 (Fajri)

Minggu, 29 September 2013

Mempelajari spesifikasi batubara

Kualitas Batubara
Baik buruknya suatu kualitas batubara ditentukan oleh penggunaan batubara itu sendiri.
Batubara yang berkualitas baik untuk penggunaan tertentu, belum tentu baik pula untuk penggunaan yang lainnya, begitu juga sebaliknya
Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa parameter tertentu baik secara fisik maupun secara kimia.
Parameter yang ditentukan dari suatu analisa batubara tergantung tujuan untuk apa batubara tersebut digunakan.
   Parameter kualitas batubara.
   Total Moisture
   Proximate
   Total Sulfur
   Calorific Value
   HGI
   Ultimate Analysis
   Ash Fusion Temperature
   Ash Analysis
Total Moisture
Tinggi Rendahnya Total Moisture akan tergantung pada :
   Peringkat Batubara
   Size Distribusi
   Kondisi Pada saat Sampling
Peringkat Batubara
Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara tersebut.Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.

Size Distribusi
Semakin kecil ukuran partikel batubara, maka semakin besar luas permukaanya.Hal ini menyebabkan akan semakin tinggi surface moisturenya. Pada nilai inherent moisture tetap, maka TM-nya akan naik yang dikarenakan naiknya surface moisture.
Kondisi Pada saat Sampling
Total Moisture dapat dipengaruhi oleh kondisi pada saat batubara tersebut di Sampling.Yang termasuk dalam kondisi sampling adalah :
   Kondisi batubara pada saat disampling
   Size distribusi sample batubara yang diambil terlalu besar atau terlalu kecil.
   Cuaca pada saat pengambilan sample.
Penetapan kadar Total Moisture
 Timbang 10 gram sampel** (ISO) atau 1 gram sampel* (ASTM) dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2 untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan suhu 105o-107o selama 2.5  jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
** Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.300 mm
Diagram 2.
Air Dried Moisture (ADM)
Air dried moisture atau inherent moisture adalah moisture yang terkandung dalam batubara setelah batubara tersebut dikering udarakan.
Sifat-sifat ADM :

   Besar kecilnya nilai ADM dipengaruhi oleh peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin rendah kandungan ADM nya.
   Nilainya tergantung pada humuditas dan temperature ruangan dimana moisture tersebut dianalisa.
   Nilainya tergantung juga pada preparasi sample sebelum ADM dianalisa (Standar preparasi)
Penetepan kadar ADM.
Timbang 1 gram sampel* dalam dish moisture >> Pasang gas penyerap N2 untuk ISO & udara tekan untuk ASTM >> Masukan kedalam oven dengan suhu 105o-107o selama 3 jam untuk ISO & 1.5 jam untuk ASTM >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Pehitungan Kadar ADM
ADM digunakan dalam mengkonversi basis parameter analisa dari
air dried basis ke basis lainnya.
Ash Content
   Batubara sebenarnya tidak mengandung abu, melainkan mengandung mineral matter. Namun sebagian mineral matter dianalisa dan dinyatakan sebagai kadar Abu atau Ash Content.
   Mineral Matter atau ash dalam batubara terdiri dari inherent dan extarneous.
   Inherent Ash ada dalam batubara sejak pada masa pembentukan batubara dan keberadaan dalam batubara terikat secara kimia dalam struktur molekul batubara
   Sedangkan Extraneous Ash, berasal dari dilusi atau sumber abu lainnya yang berasal dari luar batubara.
Sifat-sifat Ash Content
   Kadar abu dalam batubara tergantung pada banyaknya dan jenis mineral matter yang dikandung oleh batubara baik yang berasal dari inherent atau dari extraneous.
   Kadar abu relatif lebih stabil pada batubara yang sama. Oleh karena itu Ash sering dijadikan parameter penentu dalam beberapa kalibrasi alat preparasi maupun alat sampling.
   Semakin tinggi kadar abu pada jenis batubara yang sama, semakin rendah nilai kalorinya.
   Kadar abu juga sering mempengaruhi nilai HGI batubara.
Penetepan kadar Ash Content
Timbang 1 gram sampel* dalam dish ash >> Masukan kedalam tanur dengan suhu 815o selama 3 jam (di mulai dari suhu awal tanur kurang dari 200o C) >> Dinginkan dalam desikator >> Timbang ulang
*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Perhitungan Kadar Ash Content
 
 
Volatile Matter
   Volatile matter/ zat terbang, adalah bagian organik batubara yang menguap ketika dipanaskan pada temperature tertentu.
   Volatile matter biasanya berasal dari gugus hidrokarbon dengan rantai alifatik atau rantai lurus. Yang mudah putus dengan pemanasan tanpa udara menjadi hidrokarbon yang lebih sederhana seperti methana atau ethana.
Sifat-sifat Volatile Matter
   Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
   Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Kegunaan Volatile Matter
   Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara.
   Volatile matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar.
   Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Penetapan Kadar Volatile Matter
Timbang 1 gram sampel* dalam dish Volatile Matter >> Masukan kedalam tanur dengan suhu 900o selama 7 menit >> Dinginkan dalam suhu ruang selama 7-8 menit >> Timbang ulang
*Sample Batubara di preparasi, dan digerus sampai ukuran 0.212 mm
Perhitungan Kadar Volatile Matter
Total Sulfur
Sifat-sifat Sulfur
   Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat heterogen sekalipun dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara lateral.
   Namun demikian ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang relatif homogen.
Kegunaan Sulfur
   Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena Sulfur dapat mempengaruhi sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja. Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat menyebabkan hujan asam. Oleh karena itu dalam komersial, Sulfur dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
   Namun demikian dalam beberapa utilisasi batubara, Sulfur tidak menyebabkan masalah bahkan sulfur membantu performance dari utilisasi tersebut. Utilisasi tersebut misalnya pada proses pengolahan Nikel seperti di PT. INCO.
 Penetepan Kadar Sulfur
Siapkan larutan penyerap (H2O2 3 % suasana netral) >> Masukan ke tabung penyerap yang terbuat dari kaca >> Timbang 1 gram sample berukuran 0.212 mm pada combustion boat yang telah dilapisi alumina di bagian bawahnya >>Lapisi bagian atasnya dengan alumina >> Atur Tabung penyerap pada tanur suhu 1350o C >> Masukan sampel ke dalam pipa tanur >> Nyalakan gas O2 >> Atur Tekanan gas O2 >> Nyalakan vakum >> Dorong sebanyak 1 cm setiap 1 menit dari posisi awal (hingga menit ke-8) >> Diamkan selama 4 menit >> Keluarkan sample dari pipa >> Tuang larutan dari tabung penyerap ke dalam erlenmeyer >> Tambahkan indicator MM:MB 2-3 tetes >> Homogenkan >> Titar dengan Borat hingga berwarna hijau >>  Catat
Reaksi Kimia pada saat Penetepan Kadar Sulfur
Perhitungan Penetapan Kadar Sulfur
Vc = Volume hasil penitaran sampel (ml)
Vb = Volume blanko (ml) biasanya 0.05 ml
Pembuatan Larutan penyerap H2O2 3 %
Tuang 30 ml Larutan H2O2 kedalam piala gelas >> Tambahkan Air Suling hingga bervolume 1000 ml >> Tambahkan indicator MM:MB 2-3 tetes >> Aduk >> Titar dengan larutan H2SO4 hingga tidak berwarna
Pembuatan Larutan Borat 0.025 M
Larutkan 19.0685 gram Na2B4O7.10H2O dalam labu ukur 2 liter
Standarisasi Larutam Borat
Dipipet 5 ml larutan Borat >> Tambahkan  Indikator MM:MB 2-3 tetes >>. Titar dengan H2SO4 0.01 N hingga berwarna pink.

Calorific Value
   Adalah nilai energi yang dapat dihasilkan dari pembakaran batubara.
   Nilai kalori batubara dapat dinyatakan dalam satuan: MJ/Kg , Kcal/kg, BTU/lb
   Nilai kalori tersebut dapat dinyatakan dalam Gross dan Net
   Nilai Kalori dapat dinyatakan dalam satuan yang berbeda :
§  Calorific Value (CV)……(Kcal/kg)
§  Specific Energy (SE) ….(Mj/kg)
§  Higher Heating Value (HHV) = Gross CV
§  Lower Heating Value  (LHV)= Net CV
§  British Thermal Unit = Btu/lb
Tabel Konversi Nilai Kalori
Sifat-Sifat Calorific Value
   Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin tinggi nilai kalorinya.
   Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
Penetapan Nilai Calorific Value
Timbang 1 gram sample berukuran 0.212 mm pada dish calorific value >> pasangkan pada bom calorimeter >> tambahakn gas O2 murni kedalamnya >> Masukan & pasang ke alat Kalorimeter >> Input nomor bom yang digunakan >> Input bobot sample >> Running analisis
Perhitungan
Net CV(Kcal/g) = {{Gross CV(Mj/kg)}–{0.0942X% TS}} X 238.8461
(Kualitas Batubara presented by PT Geoservices LTD.)

 Miling atau Pulvilizaer
Parameter-parameter yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
·         Moisture
·         Calorific Value
·         Ignition Temperature
·         Abrasive Index
·         Hardgrove Grindability Index (HGI)
·         High Density Dilution
·         Contamination
Moisture
          Semakin tinggi moisture semakin tinggi temperature air inlet yang diperlukan untuk mencapai mill outlet temperature yang sudah ditentukan. Semakin tinggi temperature air inlet semakin tinggi resiko terjadinya mill fire.
          Semakin tinggi moisture semakin tinggi coal load yang diperlukan untuk mencapai energy inlet yang diperlukan untuk mencapai beban energy output yang diperlukan, dan semakin tinggi resiko terjadinya mill trip karena overload
Calorific Value
          Semakin rendah nilai kalori maka semakin tinggi feeding batubara yang diperlukan untuk memenuhi beban output yang diperlukan. Semakin tinggi load yang diperlukan semakin tinggi resiko terjadinya mill trip karena overload.
          Semakin rendah nilai kalori semakin banyak mill yang harus digunakan untuk memenuhi coal feeding yang diperlukan, dan semakin tinggi maintenance yang diperlukan
Abrasive Index
          Semakin tinggi abrasive index, akan semakin tinggi mill wear ratenya, dan cost maintenancenya semakin tinggi.
          Semakin tinggi mill wear rate, semakin tinggi frekwensi penggantian spare part mill dan mengakibatkan memperkecil availability mill
Handgrove Grindability Index (HGI)
          Semakin rendah HGI, akan semakin tinggi mill power consumption, dan semakin tinggi auxiliary power yang diperlukan, dan akibatnya akan mengurangi efisiensinya.
          Semakin rendah HGI akan semakin tinggi coal mill recyclenya dan mempertinggi resiko terjadinya mill trip karena overload
`
          Semakin rendah HGI, akan semakin rendah jumlah ukuran fine particlenya, sehingga akan berpengaruh terhadap burn out efisiensinya.
High Density Dilution
          Semakin tinggi kandungan dilusi dengan density tinggi, akan semakin tinggi jumlah Mill Pyrite Rejectnya, sehingga mempengaruhi mill capacity
Contamination
          Kontaminasi non coal sangat tidak diinginkan karena akan merusak system millnya, dan beresiko terjadinya mill trip.
Furnace
Parameter-parameter yang berpengaruh adalah sebagai berikut :
          Calorific Value
          Volatile Matter (Fuel ratio)
          Ultimate Analysis
          Ash Content
          Ash Fusion Temperature
          Ash Composition
Calorivic Value
          Semakin rendah nilai Kalori, semakin tinggi jumlah konsumsi batubara untuk mencapai beban output yang diperlukan, serta semakin tinggi jumlah udara yang diperlukan.
          Semakin rendah nilai kalori, akan semakin tinggi tingkat emisi gas CO2 (GHG) yang dihasilkan pada beban output yang sama
Volatile Matter (Fuel ratio)
          Semakin tinggi nilai volatile matternya maka akan semakin reactive batubara tersebut. Sehingga semakin tinggi burn out efisiensinya.
          Semakin tinggi Fuel Rationya, maka semakin turun reaktifitasnya dan akan semakin kecil burn out efiiensinya.
Ultimate Analysis (C,H,N,S,O)
          Sulfur dan Nitrogen diunakan dalam menghitung atau memprediksi emisi gas SOx dan NOx yang akan dihasilkan. Gas SOx dan NOx adalah gas polutan yang akan berdampak buruk bagi lingkungan.
          Kadar Sulfur dan Nitrogen yang tinggi sangat tidak diinginkan oleh para pengguna batubara karena selain emisi yang dihasilkan akan tinggi juga karena sifat dari gas-gas tersebut yang korosif.
           Sulfur dalam batubara juga dapat menyebakan Slagging pada pipa-pipa boiler
Ash Content
          Semakin tinggi ash content suatu batubara akan semakin tinggi juga yield abu batubara yang akan dihasilkan. Dengan demikian akan semakin tinggi juga cost untuk waste handlingnya.
Ash Fusion Temperature
          AFT digunakan dalam memprediksi secara empiris ash characteristic pada saat pembakaran
          Secara umum, batubara yang memiliki AFT-IDT >1300oC tidak berpotensi menyebabkan slagging kecuali ada kondisi operasional yang mempengaruhinya.
Ash Composition
          Ash composition atau Ash analysis, dalam utilisasi batubara di power plant sangat penting dalam memprediksi characteristic abu batubara dalam tungku boiler, khususnya sifat Slagging dan Fouling.
Slagging : Pengotoran pipa-pipa boiler oleh     abu batubara di daerah Radiasi
Fouling : Pengotoran pipa-pipa boiler didaerah  konveksi
(Coal Utilization for Power Plant presented by PT. Geoservices LTD.)
Swabakar Batubara di Stockpile
Melihat geografi Indonesia dengan iklim tropis yang mempunyai curah hujan dan kelembaban yang tinggi serta temperatur sampai di atas 30 ° C, maka pencegahan bahaya kebakaran batubara pada saat penimbunan di area stockpile dalam segi penanganannya patut mendapatkan perhatian serius mengingat korban manusia dan harta yang dapat ditimbulkanya.
1.1. Swabakar pada Batubara
Pada tahun 1870 untuk pertama kali Richter menyelidiki dan menyatakan bahwa terjadinya swabakar (Self Combustion) pada batubara karena aktivitas penyerapan oksigen. Terjadinya swabakar dalam hubunganya dengan peringkat batubara adalah semakin rendah peringkatnya maka semakin tinggi terjadinya resiko kebakaran. Reaksi swabakar dapat digambarkan sebagai berikut :
Reaksi sederhana kejadian swabakar batubara adalah:
C + O2 (>5%) -> CO2 (150°F - 200° F)CO2 + C --> CO (212° F - 300° F)
1.      Oksigen diserap oleh C (karbon) yang ada dalam batubara yang kemudian menghasilkan CO2 dan panas dengan persamaan reaksi: C + O2 > CO2 + panas
2.      Reaksi selanjutnya menghasilkan CO dan suhu yang tinggi, dengan persamaan reaksi sebagai berikut :                                CO2 + C > CO + panas
Dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa swabakar pada timbunan batubara di area stockpile  sebenarnya merupakan peristiwa oksidasi batubara padat (solid) oleh pengaruh oksigen.
Tahapan Terjadinya swabakar di stockpile batubara menurut Sukandar Rumidi adalah
1.      Mula-mula batubara akan menyerap oksigen dari udara secara perlahan lahan dan kemudian temperatur udara akan naik
2.      Akibat temperatur naik kecepatan batubara menyerap oksigen dan udara bertambah dan temperatur kemudian akan mencapai 100 – 1400oC
3.      Setelah mencapai temperatur 1400oC, uap dan CO2 akan terbentuk Sampai temperatur 2300oC, isolasi CO2 akan berlanjut. Bila temperatur telah berada di atas 3500oC, ini berarti batubara telah mencapai titik sulutnya dan akan cepat terbakar.
1.2. Sebab-sebab Terjadinya Swabakar (Spontaneus Combustion)
Batubara merupakan bahan bakar organik, dan apabila bersinggungan langsung dengan udara dan dalam keadaan temperatur tinggi akan terbakar sendiri. Keadaan ini akan dipercepat oleh :
1.      Reaksi eksothermal, hal ini yang paling sering terjadi
2.      Bakteria
3.      Aksi katalis dari benda-benda anorganik
 Sedangkan kemungkinan terjadinya swabakar terutama disebabkan antara lain:
1. Karbonisasi yang rendah (low carbonization).
2. Kadar belerangnya tinggi (>2%) dengan ambang batas kadar belerang 1,2 %.
1.3. Oksidasi Batubara
Batubara akan menjadi panas bila terdapat oksigen. Kecepatan hantaran panas dipengaruhi oleh massa batubara, derajat kekompakanya, unsur kimia, umur geologi, rank, inherent oksigen dan air lembab. Bagian unsur kimia yang terkadang dalam batubara mulai teroksidasi bila disingkapkan ke udara bebas pada saat penambanganya. Seperti diketahui, batubara adalah campuran padat dari persenyawaan hidrokarbon yang mengandung: Karbon, hidrogen, sulfur, nitrogen dan oksigen dalam struktur molekuler organiknya. Disamping itu, terdapat pula kandungan mineral pembentuk abu seperti : serpih-serpih, lempung, batu pasir dan pirit.
Menurut berita PPTM No. l 1 Tahun 9, bahwa, kadar organik batubara terdiri dari 50-90% karbon, 2-8% hidrogen, 2 - 20 % oksigen, kurang dari 2 % nitrogen dan sulfur yang terdapat dialam bentuk organik dan mineral sebesar 0,2 - 8%. Semua elemen organik dan elemen logam seperti besi, bereaksi dengan oksigen. Beberapa unsur berkecepatan reaksi lebih tinggi dari yang lain, namun pada umumnya terjadi liberi energi dalam bentuk panas.
Pada dasarnya tidak terdapat perbedaan proses kimiawi antara pembakaran dengan proses oksidasi lambat, perbedaan hanya terdapat pada kecepatan oksidasi, sehingga temperatur terjadinya reaksi berbeda. Proses oksidasi berlangsung berkesinambungan, walau kecepatanya dapat berubah, namun reaksi tidak akan berhenti selama masih terdapat oksigen. Itulah sebabnya, terjadi fenomena yang dikenal sebagai swabakar 1 stockpile . Alasan dalam hal ini ialah kecepatan pembebasan energi sebagai panas melampaui kecepatan kemampuan membuang panas keluar tumpukan batubara, sehingga temperatur terakumulasi dan naik sampai ke tingkat dimana pembakaran aktif terjadi.
Kecepatan penyerapan oksigen pada kondisi tempertur konstan yang berkurang dengan bertambahan waktu, memberikan indikasi kegiatan oksidasi makin progesif pada bagian-bagian partikel yang berhubugan dengan udara. Kecepatan oksidasi makin progesif pada bagian -bagian partikel yang berhubungan dengan udara. Kecepatan oksidasi bervariasi menurut peringkat batubara yang dalam hal ini dinyatakan sebagai persentasi zat terbang.
Sebagai contoh antrasit (rank tinggi) teroksidasi dengan kecepatan yang amat rendah, sedang batubara bituminus dengan kandungan zat terbang tinggi dapat teroksidasi dengan kecepatan yang lebih tinggi. Makin berkurangnya rank batubara, kandungan oksigen makin meningkat dan rank batubara yang rendah mengoksidasikan lebih cepat daripada rank diatasnya.
1.4 Parameter Kualitas Batubara
Parameter kualitas batubara ditentukan berdasarkan analisis batubara yang umumnya dilakukan dengan metode, yaitu :
1. Analisa Proksimat
 a. Kandungan air (Moisture content)
a.1. Total Moisture
Adalah banyaknya air yang terkandung dalam batubara sesuai kondisi di lapangan (Ar), baik terikat secara kimiawi maupun akibat pengaruh kondisi diluar. Pada prinsipnya total moisture merupakan jumlah air yang terkandung dalam batubara baik air bebas (FM = Free Moisture) maupun air terikat (IM = Inherent Moisture)
 a.2. Free Moisture
Adalah air yang diserap oleh permukaan batubara akibat pengaruh dari luar.
 a.3. Inherent Moisture (Air bawaan)
Adalah kandungan air bawaan pada saat terbentuk batubara.
 b. Kandungan Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organic yang terkandung dalam batubara setelah dibakar. Kandungan abu dapat dihasilkan dari pengotoran bawaan dalam proses pembentukan batubara maupun perkotoran yang berasal dari proses penambangan. Abu batubara merupakan bagian yang tidak hilang pada waktu pembakaran batubara tersebut. Komposisi utama abu batubara adalah : Si, A1, Fe, Ti, Mn, Na, K, Silikat, Sulfida, Sulfat dan Fosfat.
c. Zat terbang (Volatile Matter)
Merupakan zat aktif yang menghasilkan energilpanas apabila batubara tersebut dibakar dan terdiri dari gas-gas yang mudah terbakar seperti hydrogen, karbonmonoksida (CO) dan metan. Zat terbang ini sangat erat kaitannya dengan rank dari batubara., makin tinggi kandungan airterbang (VM) makin rendah kualitasnya. Dalam pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses pembakaran.
d. Karbon Tertambat (fixed carbon)
Merupakan angka diperoleh dari hasil pengurangan 100% terdapat jumlah kandungan airlembab, kandungan abu dan zat terbang. Dengan adanya pengeluaran zat terbang dalam kandungan air, maka tertambat secara otomatis akan naik sehingga makin tinggi kandungan karbonnya, kelas batubara semakin naik.
 e. Nilai Kalori (Calorific Value)
Harga nilai kalor merupakan penjumlahan dari harga-harga panas pembakaran unsur-unsur pembakaran batubara. Nilai kalor terdiri atas Gross Calorie Value yaitu nilai kalor yang biasa dipakai sebagai laporan analisis dan Net Caloric Value yaitu nilai kalor yang benar-benar dimanfaatkan dalam proses pembakaran batubara.
2. Analisis Ultimate
a. Penentuan Karbon (C) dan Hidrogen (H)
Kedua sistem ini ditentukan dengan cara yang sama dalam operasi yang bersamaan. Nilai karbon mencakup kandungan karbon dari karbon - karbon mineral.
b. Penentuan Nilai Kalori
Pengukuran unit panas yang dibebaskan bila satu unit massa bahan bakar padat dibakar dalam sebuah bom dibawah kondisi standar. Hasil-hasil analisa itu sendiri harus beracuan pada basis-basis analisa (reference basis). Basis yang biasanya digunakan adalah sebagai berikut :
 b.1 As received basis (Ar)
Basis analisa dimana contoh batubaranya diambil dari suatu tempat (lapangan) dan langsung dianalisa. Pada keadaan ini total kandungan air + zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b.2. Air dry basis (Adb)
Basis analisa dimana contoh batubaaranya dikeringkan pada udara terbuka untuk menghilangkan free moisture dan sisanya inherent moisture, sehingga inherent moisture + zat terbang + kadar karbon + kadar abu = 100%.
b.3. Dry Basis (Db)
Basis analisa dimana contoh batubaranya telah dikeringkan pada temperature tertentu sampai inherent moisturenya hilang, sehingga zat terbang + kadar karbon + kandungan abu = 100%.
b.4. Dry ash free (Daf)
adalah kondisi batubara yang telah diproses dilaboratorium sehingga bebas dari air dan bebas dari kandungan abu.
b.5. Dry mineral matter free (Dmmf)
adalah kondisi batubara yang bebas dari total moisture dan bahan anorganik dalam batubara tersebut.
2.5. Area Stokpile
Untuk area stockpile faktor-faktor yang mempengaruhi swabakar yaitu:
1.    Pengaruh Volatile matter volatile matter adalah zat terbang yang terkandung dalam batubara. Kandungan zat terbang ini erat kaitannya dengan rank batubara. Semakin tinggi kandungan zat terbangnya semakin tinggi volatile matter dalam batubara maka semakin banyak panas yang ditimbulkan dan akan mempercapat terjadinya swabakar.
2.    Pengaruh Sulfur Semakin tinggi kadar sulfur dalam batubara, makin cepat terjadinya swabakar dalam batubara begitu sebaliknya.
3.    Pengaruh Moisture Content (Kandungan air) Kandungan air dapat dibedakan atas kandungan air bebas (free moisture) kandungan air bawaan (inherent moisture), kandungan airtotal (total moisture). Semakin banyak kandungan air dalam batubara maka semakin banyak panas yang diperlukan untuk mengubah air menjadi uap. Namun demikian jika kadar kelembaban batubara kecil, maka terjadinya kenaikan suhu dalam timbunan akan semakin cepat.
4.    Pengaruh Kualitas (rank) Rank batubara sangat erat hubungannya dengan kandungan volatile metter, dalam hal ini dapat dijelaskan bahwa batubara yang kandungan volatile matternya rendah mempunyai derajat yang tinggi demikian sebaliknya. Pada pembakaran spontan untuk timbunan batubara tidak hanya dinilai dari derajatnya saja, tapi harus diketahui kandungan volatile matternya, semakin tinggi kandungan volatile matter pada rank batubara semakin besar kemungkinan terjadinya pembakaran spontan dan sebaliknya.
5.    Pengaruh fixed carbon (karbon tertambat) Seperti diuraikan sebelumnya bahwa kandungan volatile matter berhubungan erat dengan kandungan karbon padat. Semakin tinggi volatile matter maka akan mempercepat pembakaran karbon padatnya. Apabila suhu semakin naik dengan kandungan volatile matter yang tinggi akan menyebabkan kandungan karbon mengecil sehingga pembakaran spontan semakin cepat terjadi.
6.    Pengaruh kandungan abu Pengaruh abu terhadap timbunan batubara dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
a.       Pengaruh abu yang dikandung oleh batubara.
Untuk itu perlu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam abu tersebut, hal yang dapat menunjang yaitu : kandungan sulfur yang terdapat dalam abu yang berasal dari mineral-mineral yang mengandung belerang seperti FeS, semakin banyak abu yang mengandung belerang maka semakin cepat terjadinya pembakaran spontan.
b.      Pengaruh debu dan partikel dari luar
 Bila abu dari luar mengandung sulfur, hal ini tidak menimbulkan reaksi terhadap timbunan batubara. Keadaan ini akan memperlambat terjadinya pembakaran spontan karena abu tersebut merupakan partikel halus yang dapat menyelimuti timbulnya tersebut. Dengan banyaknya abu yang menutupi permukaan timbunan batubara akan mengisi lubang-lubang pada permukaan batubara, maka akan mempersulit masuknya udara luar terhadap timbunan batubara tersebut. Dengan kata lain semakin banyak abu dari luar semakin banyak abu dari luar semakin lambat terjadinya pembakaran spontan.
7.    Pengaruh ukuran butir batubara Bila batubara dibentuk menjadi suatu timbunan yang terdapat dari butiran halus dan kasar, maka dapat dijelaskan bahwa suatu timbunan yang berbutir halus, maka porositas atau rongga butir yang satu dengan yang lain adalah lebih besar dibandingkan dengan butir kasar. .Iumlah udara yang tersedia dalam timbunan batubara halus lebih mampu membuang panas yang ditimbulkannya jika dibandingkan dengan ukuran batubara kasar atau semakin halus butirannya pembakaran spontannya semakin lambat.
8.    Pengaruh ketinggian timbunan Untuk menentukan terjadinya pembakaran spontan, harus dapat diketahui hal-hal sebagai berikut : suatu timbunan batubara yang terjadi dari butiran halus dan kasar, akan terjadi segresi ukuran dalam timbunan, dimana butir batubara yang kasar mengumpul dibagian bawah (lantai) dan butiran yang halus mengumpul di puncak dan bagian dalam timbunan. Dengan kata lain timbunan yang tinggi, jarak atau panjang aliran udara lebih panjang bila dibandingkan dengan timbunan rendah dengan sirkulasi udara yang pendek, panas yang ada pada timbunan batubara yang tinggi dengan sirkulasi udara yang panjang akan memperlambat pembuangan panas yang ada dalam timbunan sehingga mempercepat terjadinya pembakaran spontan